MERBABU KALA ITU

7:35 AM

September, 2013
Sepanjang perjalanan, trek ini menyajikan berbagai jenis keindahan tersendiri. Kali ini, mataku dimanjakan oleh edelweiss yang bertebaran di kiri kanan jalur pendakian. Dia begitu indah berdiri kokoh di atas sini, tak pantas untuk mencabut keindahannya dengan dipetik.
Diatas 2ribuan mdpl, langit mulai menampakan warna gradiasi. Warnanya yang murni, biru, bercampur dengan warna senja. Akupun melihat awan-awan bak kapas yang bertebaran, dan matahari terbenam dengan malu-malu mengumpat dibaliknya.
Sebuah kalimat tak pernah cukup untuk menggambarkannya. Dan pada saat ini, aku merenung sejadi-jadinya, menunggu semuanya hanya bermuara di dalam ingatan. Segalanya begitu indah, dan segalanya telah berakhir. Adakah keindahan yang dapat berakhir lama?
Malam datang, menyajikan hal lain. Kaki sudah mulai terasa pegal jalan berjam-jam. Kondisi tubuh menurun memasuki malam. “haaa… lelah” gumamku ditambah mata mulai mengantuk, dan begitupun teman-teman yang lain. Berjalan di malam hari memang tidak dianjurkan, selain oksigen yang tipis, dan juga pandangan terbatas. Dikhawatirkan saat mengalami kelelahan, berjalan jadi tidak teratur. Sial-sialnya kesasar atau terjatuh ke jurang.
“Liat ke atas deh, milkyway, wow!!” teriak salah satu teman. Disaat sudah benar-benar lelah, malam memberikan hal lain untuk dikenang. Malam ini terlalu manis untuk dilupakan. Tidak ada yang bisa menahan kegembiraan melihat hamparan bintang dengan mata telanjang, semuanya jelas, semuanya bukan rekayasa atau apapun. Ini adalah kenikmatan mata, ini adalah keindahan dari sang pencipta.
Saat ini, aku memikirkan yang jauh disana. Bermain rindu yang terlanjur di sulam hingga membentuk sesuatu yang utuh. Dia yang diam kemarin, tanpa mengucapkan apapun, dan kini hanya terjebak pada sesaknya rindu, yang menjadikan sajak-sajak tak ternilai. Dan aku, yang terjebak dalam angan-angan. Andai dia disini, akan ku tunjukkan segalanya disini.
Ini kali pertama, aku menginjakkan kaki di gunung merbabu. Aku baru sadar bahwa gunung ini ternyata anggun, dan dihadapannya ada gunung merapi yang begitu gagah. Suasana romantisme tercipta, entah ini hanya sekedar perasaan ataupun memang kenyataannya seperti itu.
            Bagiku, gunung adalah tempat yang tepat untuk mengungkapkan apapun. Dari segi apapun, tempat ini adalah kali pertama aku merasakan segalanya berbeda, tentang keindahan yang baru kutemui, tentang kelelahan yang tak terkirakan, dan tentang dia, yang kuimpikan. Dan semoga dia juga sama.
Aku jadi ingat sedikit kutipan dari puisi Soe Hok Gie, salah satu founder Mapala UI yang meninggal di Mahameru; Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali cinta.

            At the last, berjalan bersamamu merasakan belaian angin yang dingin adalah sebuah janji, dan berharap akan terwujud. Di atas sini, kau, aku, dan semesta.







Writer : Erry Septiadi

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Instagram Images